Singosari, 8 Februari 2011
Karyawan dealer Yamaha di Kota Malang gantung diri di dapur rumahnya. Berdasarkan surat yang ditemukan di dekat jenazah korban, Miftakhul Khoirudin menulis bahwa dia merasa gagal menjadi suami dan Ayah yang baik bagi anak istri (karena berselingkuh dengan wanita idaman lain), plus beban ekonomi (baca: hutang) yang melilit (http://malang-post.com/index.php?option=com_content&view=article&id=25698:terlibat-cinta-terlarang-karyawan-yamaha-bunuh-diri&catid=48:kriminal&Itemid=74).
Lubuk Pakam, 9 Februari 2011
Seorang ibu rumah tangga bernama Sumarsih (50 taun), ditemukan oleh Sang Anak yang masih duduk di kelas V SD dalam keadaan tergantung pada tali yang diikatkan di plafon ruang tamu. Penyebabnya adalah karena kesulitan ekonomi (http://www.jpnn.com/index.php?mib=berita.detail&id=84035).
Jakarta Timur, pom bensin TMII, 11 Februari 2011
Seorang aparat kepolisian bernama Surya Pranat Sidahuruk berusia 25 taun nekad menembak kepalanya sendiri dengan pistol revolver. Pemicunya dalah keretakan hubungan asmara dengan Si Pacar (http://www.berita-terbaru.com/berita-nasional/labil-seorang-polisi-nekad-bunuh-diri.html).
Probolinggo, 14 Februari 2011
M. Hendra Pratama, 18 taun, seorang pelajar SMK nekad menggantung dirinya sendiri dengan tali nilon di taas loteng rumahnya. Lagi2 karena urusan asmara (baca: diputus pacarnya)(http://nasional.inilah.com/read/detail/1235492/pelajar-bunuh-diri-di-hari-valentine).
Begitu maraknya kasus bunuh diri. Dari tayangan televisi, pemberitaan di media cetak ato non-cetak, serta bisik2 tetangga, seringkali orang secara sukarela menggadaikan nyawa, yang terkadang dipicu oleh hal2 sepele saja. Berdasarkan data Polda Metro Jaya, kasus bunuh diri di Jakarta mengalami peningkatan dari 165 kasus selama taun 2009, menjadi 176 kasus di 2010. Itu baru Ibu Kota, Temans, belum di daerah lain. Caranya beraneka ragam, mulai dari menggantungkan diri dengan tali [pilihan paporit bagi para bunuh diri mania]; menerjunkan diri bangunan2 tinggi seperti mall, apartment, tower provider selular, ato tiang listrik, pohon mangga; menenggak racun serangga; minum pil/obat2an dengan overdosis; menyilet nadi; gagah berani menembak batok kepala dengan timah panas; serta cara2 lain penuh kreatifitas dalam rangka menghabisi diri sendiri. Sebenernya fenomena apa yang terjadi? Apakah kehidupan ini sudah sedemikian beratnya hingga dirasa tak mampu lagi menanggung masalah? Efek buruk dari pilem dan sinetron dodol yang sangat tidak mendidik? Tergerusnya iman? Ato apa?
Setiap orang, tidak bisa dipungkiri, pasti memiliki masalah. Coba tanya Dian Sastro, yang udah cantik, pinter, kaya, punya laki konglomelorot, apakah doski punya problemo? Jawabannya pasti iya. Wong beberapa kali DS curhat sama gw via sms, menanyakan apakah gw tau obat sakti mandraguna untuk menghilangkan kutil di punggungnya. Bagi gw sendiri, tidak ada masalah yang berat ato ringan, semuanya sama, tergantung bagaimana sudut pandang dan cara menyikapinya.
“Duh, masa gw gawe jungkir balik, dateng tak diundang pulang tak diantar [jalangkung kalee], eh maksudnya datang paling pagi pulang paling malam, tapi gaji dah 4 taun kaga naek juga! Grade juga segituh2 ajah. Padahal gw kan karyawan yang loyal pada perusahaan, prestasi2 gw juga cemerlang”, kata seorang teman jaman gawe di Tidung Pala.
“Ya ampyun, apa coba kurangnya gw? Udah cantik, sholehah, pinter, baik budi, suka menolong sesama, hapal UUD ‘45, tapi ko ampe sekarang belom juga ada laki2 yang berniat serius ama gw?!”, ujar sepupu gw di Jakarta, seorang wanita karier, berumur 25 taun.
“Cabeee deh gw! Ga mertua, ga sodara2, ga tetangga, ga temen2 kantor, semua pada nanya gw kapan gw punya anak!! Kenapa mereka kaga tanya langsung ajah sama Tuhan, wong Dia yang belom ngasih titipan-Nya kepada gw?!”, curhat seorang sahabat ketika 4 taun usia pernikahannya belom juga dikaruniai anak.
“Mba, dah 2 taun sejak Dekan memwisuda aku, tapi dari sekian ratus interview belom juga ada yang sukses. Malu aku sama Ibu Bapak”, cerita adik kelas HPT yang masih bertitel ‘pengangguran’ ampe sekarang.
Tuh kan, terbukti omongan gw kalo setiap manusia, punya permasalahannya sendiri. Lalu pertanyaannya sekarang, mo diapain sih masalah yang ada? Dibiarin ajah ampe basi lalu busyuk dimakan ulat? Ato dicari solusinya meskipun itu berarti harus mendaki gunung turuni lembah [Ninja Hatori bangets Jeng]? Kalo gw milih yang nomer 2. Semua permasalahan teman, sepupu, sahabat, dan adik kelas, yang gw sebutkan di atas di atas: belom naek2 pangkat plus gaji, belom merid, belom dikasih kepercayaan berjudul permata hati belahan jiwa (baca: anak), belom dapet kerjaan yang sesuai, jika kita mau jujur, sebenernya bukan masalah besar. Lah iyah dunks, kalo itu mah belom seujung upilnya acan waktu Nabi Muhammad dilemparin batu sama Kaum Kafir Quraisy saat awal2 nyebarin agama Islam. Juga masih lebih berat penderitaan makhluk2 pekerja rodi yang disuruh bikin jalan raya Anyar - Panarukan sama Daendels.
Kemudian, penting diingat bahwa sebenernya masalah ituh kadang dibikin2 sendiri sama orangnya. Contoh: udah tau gaji ngepas, sok2an bikin kartu kredit. Ga pake perhitungan matang, liat barang2 keren langsung matanya ijo maen gosak-gesek. Akhirnya apa? Karena ga ada duit buat bayar, bahkan tagihan minimalnya pun tak sanggup, utang menggunung. Jangan salahkan pihak bank kalo doski menyewa debt collector yang mulai menghantui dirimyu setiap waktu. Ato, contoh lagi: putus cinta, kepikiran beli rafia dan nyari pohon toge [mo bikin lotek, Jeng?]. Aih aih aih, sadar woii, eling! Di muka bumi ini, Tuhan nyiptain manusia bermilyar2. Masa gara2 putus hubungan dengan satu biji diantara yang semilyar itu, kemudian niat gantung diri. Yainlah di luar sana masih banyak gadis2 manis, bujangan2 menawan, janda ato duda, nenek ato kakek, yang bisa you pilih dan you lindungi [emang anak terlantar dilindungi sama Negara!].
Seperti kata Bang Aswi, sahabat Bang ONE, ipar Bang Thoyib, masalah ibarat tembok yang harus dihadapi. Semua hanyalah persoalan naik tingkat saja. Semakin tinggi kita naik, semakin besar pula angin yang akan menerpa kita. Apabila kita berhasil melewati sebuah masalah, kita naik kelas dan ujian ke depannya pun akan jauh lebih sulit lagi. Begitu seterusnya. Dan pada akhirnya semua orang bisa belajar bahwa seberat apapun masalah yang ia hadapi, (ternyata) masih ada orang yang permasalahannya jauh lebih besar lagi. Di sinilah makna bahwa kita memang harus sering bersyukur .
Tanpa harus musyawarah terlebih dahulu untuk mencapai kata mufakat, bulat2 gw setuju dengan perkataan Beliau. Jika kita mencoba memandang masalah dari sisi positif, dimana Tuhan lagi kasih kita ujian kenaekan tingkat, dan tanpa mencoba membesar2kannya kita mencoba mencari solusi yang tepat, maka insya Allah semuanya akan baik2 ajah. Kan dalam firman-Nya Allah berkata bahwa Dia tidak akan memberikan cobaan kepada umat-Nya, jika si umat kaga bisa menanggungnya. Oya, jangan lupa sambil berusaha semaksimal mungkin, doa juga terus dipanjatkan.
Temans, lari pagi sangat baik untuk kesehatan. Kaga percaya? Silahkan buktikan sendiri. Nah, kalo kawin lari, saran gw sebaiknya jangan dilakukan. Kasian masa dirimyu udah cantik2 dikonde, pake kebaya, selop tinggi, belom lagi penganten laki2 dengan perlengkapan lengkap ala penganten sunat, plus Om Penghulu lengkap beserta saksi, orang tua mempelai, dan tamu undangan yang laen, kudu lari2 selama akad berlangsung. Capee, bau, mandi keringet, itu pasti! Belom kemungkinan bengek kumat sewaktu2 akibat kehabisan napas.Tapi yang paling haram jadah hukumnya untuk dilakukan adalah lari dari masalah. Heiiii, plizz be gentleman atuh! Hanya pengecut yang akan lari dari masalah. Hanya orang bodoh yang akhirnya memilih jalan pintas untuk menghabisi dirinya sendiri. Yuks ah kita jangan ikut2an bodoh, mari menghadapi semua ‘tembok’ di sekeliling kita dengan riang gembira.