Ngeri banget yah baca judul di atas. Kebayang ga seh kalo seumur hidup kita bekerja terus duitnya dipake buat bayar hutang? Naudzubillah, semoga kita semua dijauhkan dengan hal2 seperti itu. Tapi yang gw mo ceritakan dalam postingan kali ini adalah fakta yang gw temukan pada orang2 di Sarawak, khususnya Bintulu dan Miri (gw belum pernah stay di Sabah dan KL, jadi ga tau gimana pola hidup masyarakatnya disana).
Di Malaysia ini, jika orang mau membeli apapun dengan cara kredit, prosedurnya sangat mudah sekali. Misalnya saja membeli mobil. Tinggal memberikan fotokopi IC (Identity Card_KTP), lesen memandu (SIM), slip gaji 3 bulan, serta surat keterangan bank (khusus buat pegawai swasta, kalo kakitangan kerajaan ato PNS mah ga usah), tanpa memberikan DP 1 sen pun, dengan riang gembira bisa membawa pulang mobil tersebut. Sangat mudah dan cepat. Bandingkan dengan di Indonesia, dimana prosedurnya sangatlah ketat. Pihak dealer biasanya meminta KTP, NPWP, SIM, surat keterangan bekerja dari perusahaan, fotokopi rekening bank 3 bulan terakhir, slip gaji,dan sebagainya [tolong tambahin yah kalo ada persyaratan yang kurang]. Itupun masih melalui proses verifikasi yang lumayan panjang dan memakan waktu. Maka tidak heran kalo hampir setiap orang di Sarawak punya mobil. Gw sering melalui perkampungan yang maap2 kata bisa dibilang kumuh, rumahnya terbuat dari kayu yang ditambal2 papan dan seng, tapi ada mobil terparkir didepannya. Di camp kami dulu, mulai dari driver, office girl, store man, pekerja nursery, satpam, tukang potong rumput, operator alat berat, hampir semuanya punya mobil. Di lingkungan rumah baru kami di Miri, tetangga2 kompleks rata2 memiliki mobil lebih dari satu [FYI, tetangga samping kiri gw mobilnya 2 biji, samping kanan 2 biji, depan 3 biji. Sampe kadang harus parkir di jalan karena garasinya kaga muat].
Konsumtif dan tidak realistis. Itulah kata2 yang terlintas di otak gw untuk mendeskripsikan masyarakat Sarawak. Misalnya saja, seorang driver di kantor dengan gaji kurang lebih RM 900 mengambil loan mobil selama 9 tahun. Setiap bulannya dia harus membayar RM 400. Bisa dibayangkan bahwa uang yang tersisa untuk memenuhi kebutuhan keluarganya selama satu bulan tinggal RM 500. Lalu gw bingung sendiri gimana cara Beliau membagi sisa uang tersebut untuk beli bahan pangan dan kebutuhan sehari2, susu anaknya yang masih 2 taun, beli bensin dan servis2 mobil semisalnya butuh ganti oli, dll. Yang bikin gw tambah pening, keadaan seperti itu akan terus dilakoninya selama 9 tahun, sampai akhirnya mobil tersebut lunas. Oh tidakkkk!
Pemilik rumah yang kami rental, berumur 40-an, pekerjaannya membuat kue dan menjualnya di pasar. Mak Cik ini tinggal berdua saja dengan seorang cucunya yang masih duduk di bangku sekolah dasar. Dengan pendapatan sebagai penjual kue yang bisa dibilang ga tentu jumlahnya per bulan (beda dengan karyawan yang setiap bulan makan gaji tetap dari perusahaan), beliau dengan gagah berani mengambil loan rumah dan mobil. Rumahnya bukan BTN tipe 21, tapi tipe 70. Mobilnya pun bukan mobil yang “murah” seperti Kancil, melainkan Kembara yang harganya sekitar RM 41 rb. Sampai saat ini, setelah 12 tahun mengangsur rumah tersebut, Mak Cik bilang bahwa masih sekitar 18 tahun lagi cicilannya lunas. Begitu juga dengan mobilnya yang masih 4 tahun lagi selesai kreditannya. Top markotop!!
Selain rumah dan mobil, barang2 furniture dan elektronik pun menjadi incaran kredit yang sangat diminati para hutangers (baca: tukang ngutang). Teman Abang lainnya di kantor, jabatannya adalah driver senior [hihihi keren yah?], gaji sekitar RM 1300, bercerita bahwa dia habis membeli 1 set sofa seharga RM 1100. What?? Sofa harga 3 jeti, tapi rumah pun ga punya, masih tinggal di rumah perusahaan? Sangat2 ga masuk akal buat gw. Yang anehnya lagi Beliau bangga sekali dengan sofa baru hasil kreditannya itu! Ada juga pekerja nursery yang upahnya RM 19 per hari (bisa dihitung kan 1 bulan dapetnya berapa?), membeli henpon seharga RM 1500. "Pake hape ini bisa nonton TV juga loh", si pekerja nursery berkata dengan lantang. Sederet cerita lainnya yang memiliki benang merah serupa sepertinya ga usah gw ceritakan karena endingnya ga beda2 jauh.
Gw dan hubby memilki prinsip jika memang ga mampu yah lebih baik jangan membeli sesuatu, apalagi bela2in sampe utang segala. Mobil, TV plasma, 1 set kursi tamu mewah dengan design terbaru, bukanlah hal2 primer yang harus dimiliki. Ga punya mobil kita tetep bisa hidup. Ga punya tipi plasma bukan berarti dunia bakalan kiamat. Ga ada kursi tamu ya sutra lah hai, gelar tiker, dan tamu pun bisa selonjoran dengan nyaman serta terbebas dari varises. Aneh bin ajaib sekali jika harus mengorbankan hal2 pokok seperti memenuhi kebutuhan makan dengan menu 4 sehat 5 sempurna bagi keluarga, pakaian yang layak sehingga anak ga pake baju yang bolong2 atau kesempitan, demi benda2 keduniawian yang sebenernya dibeli hanya demi gengsi atau apapun namanya.
Ketika pasak lebih besar daripada tiang, maka akan timbul kebocoran dimana2. Hidup pun dijalani dengan megap2. Gali lubang tutup lubang. Duit yang diperoleh pada saat gajian bulan ini, digunakan untuk membayar hutang bulan sebelumnya. Bagaimana tidak, seperti contoh kasus Mak Cik pemilik rumah yang kami rental, yang gw ceritakan di atas, saat Beliau menyerahkan rumah ini kepada kami ternyata tagihan listrik, air, dan gas belum dibayar selama 2 bulan. Maka kamilah yang ketiban buahnya, harus membayar tagihan tersebut [tentu saja kami akan potong dari uang sewa rumah]. Itulah akibatnya jika terlalu berani dan kurang perhitungan dalam mengambil kreditan. Padahal, kalo gw jadi Mak Cik itu, gw akan mengambil loan motor ajah daripada mobil karena tentu harga motor lebih murah. Tapi yah setiap orang kan punya pendapat masing2, dan kita ga ada hak untk mengintervensinya [tar dibilang siapa lo, sodara bukan anak bukan ko pake acara ngelarang2 segala?!].
So Temans, pilihan apakah yang akan diambil? Apakah hidup dengan banyak harta benda tapi hutang berceceran dimana2 dan menggerogoti selama bertahun2? Ato menjalani kehidupan apa adanya sesuai kemampuan meskipun tampak “miskin” dimata orang lain? [kirim jawaban ke 3988, tariff normal. Kuis kaleee!!!].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar