Apa yang muncul di pikiran Temans jika mendengar Negara Brunei Darussalam? Apakah negara tetangga yang mayoritas penduduknya menganut agama Islam? Ato sultan Hassanal Bolkiah nan ganteng, yang istri ketiganya merupakan mantan presenter TV 3 Malaysia, berusia 33 tahun lebih muda dari Beliau? Ataukah negeri kaya raya karena minyaknya dengan GDP sebesar USD$ 36,681 per Oktober 2009 (data by IMF) [bandingkan dengan GDP Malaysia USD$ 7,469 ato GDP Indonesia yang ‘cuma’ USD$ 2,224]? Pastinya, berkunjung ke Brunei bikin mata terbelalak, mulut menganga [tapi ga pake ngiler], dan kepala geleng2 takjub. Apa sebabnya? Yuks mari dimulai ceritanya.
Wiken yang lalu, gw, Abang, dan Zahia jalan2 kesono. Dari rumah kami, dengan menggunakan mobil, perjalanan ditempuh 2 jam saja. Dekat bukan? Ibarat Jakarta-Bandung via tol Cipularang. Kami berangkat pukul setengah 10, ngaret 2 jam dari rencana awal. Kenapa bisa ngaret Jeng? Biasalah hai, Princess Zahia baru bangun jam 8, belum acara mandi yang lama lah, pake baju juga kudu berantem karena tuh bocah ga mau diem keluyuran wae, makan, serta cengkonek2 lainnya. Akhirnya, ketika jarum jam tepat menunjukkan angka 9.30 am, selesailah segala urusan meskipun diiringi repetan merdu suami tercinta. Kami pun siap berangkat. Bawaannya heboh bukan main: 1 tas berisi beberapa pakaian (rencananya mau nginep 1 malem), 1 tas full berisi perbekalan perang selama di jalan (roti, sereal, oat Zahia + sayur + daging, buah, biscuit, Milo Ayah, air mineral), boneka Banana dan bola Zahia. Ok deh Pak Supir, kita cabs sekarang.
….. 10 menit kemudian …..
Tibalah kami di pintu tol ASEAN Bridge, yang panjangnya 1.040 meter (data by Wikipedia), dengan tarif 10 RM. Mahal yah bo! Sayang ga sempet mem-photo jembatannya. Tapi kalah keren koq sama Suramadu, walopun gw belom pernah kesana, poto2 di pinggir jembatan, trus kena ciduk polisi [ember kalee].
….. 5 menit kemudian …..
Pintu gerbang Pos Imigrasi Sungai Tujuh Malaysia. Passport dikeluarkan, di check oleh petugas [ga taunya petugasnya adalah anak Bapak2 temen sekantor Abang, jadi Abang ngerumpi2 dulu sebentar], di stempel, lalu dengan damai sejahtera kami melanjutkan perjalanan, menuju pos imigrasi berikutnya.
….. 3 menit kemudian …..
Pos Imigrasi Kuala Belait Brunei menyambut kami. Aih aih, herman deh gw! Brunei yang katanya kaya raya, koq kantor imigrasinya ga sebagus Malaysia punya.Kata Abang yang disini mah masih mending, soalnya pos imigrasi di Kuala Lurah masih pake container, buruks pula! [maapkan ekye yah Sultan karena telah sedikit mencaci kantor anak buah Yey]. Setelah passport di stempel, “Private Vehicle Pass Form” untuk mobil juga lulus sensor by Custom Dept, maka resmilah kami menapaki ranah Brunei Darusssalam. Welcome sodara2.
Temans, tau tidak? Di luar negeri ato di negeri tercinta, yang namanya masih berada dalam atap pulau Kalimantan, ternyata pemandangannya sama ajah. Hutan, hutan, dan hutan menghampar dimana2 (bukan hutan alam loh, kalo dalam istilah forestry masih tergolong sebagai belukar berintensitas sedang). Dari pos imigrasi sampai ke daerah Kuala Belait, kita dapat melihat peat swamp forest di sepajang daerah ini. Sedangkan dari Kuala Belait ke Tutong, tanah kerangas (clay sandy soil) adalah landlord-nya. Casuarina junghuhniana dan Casuarina equisetifolia Linn bergerombol, terlihat sangat mendominasi, sehingga sedikit mengintimidasi pepohonan lainnya. Beberapa kali gw bilang ke Abang:
“Bang, dejavu banget ga seh, ko Bunda ngerasa disini kaya perjalanan dari Malinau (Kalimantan Timur) mo ke camp Sembakung?” kata gw waktu melintasi hutan dan melihat rumah2 kayu, dengan panggung yang tinggi, bersifat soliter, karena jarak antara rumah yang satu dengan yang lainnya berjauhan.
“Nah Bang, kalo ini kaya lagi di Pasir Panjang (pantai di Kalimantan Barat, dekat Singkawang)” gw kembali bernostalgila ketika melewati tanah berpasir putih.
Ideologi Brunei adalah Negara Melayu Islam Beraja. Suasana Islam disini memang terasa sangat kental sekali. Mulai dari pos imigrasi hingga sepanjang jalan super highway yang kami lewati, banyak terdapat plang2 maha besar, bertuliskan ‘Subhanallah - Alhamdulillah - Allah Akbar’, dalam tulisan Arab gundul. Tulisan2 berlafadzkan Allah itu juga dapat ditemui di dalam kota sampai di pelosok kampung terpencil sekalipun. Oya, di Brunei ini, semua plang, baik itu plang nama perusahaan, restoran, toko, jalan, iklan dll selain ditulis dalam Bahasa Melayu, bagian paling atas terdapat tulisan Arab [jadi inget waktu di Arab dulu]. Sungguh berbeda dengan di Malaysia (Sarawak), dimana pada setiap plang, pada bagian atas justru terdapat tulisan cina / mandarin gede2 baru diiringi tulisan melayu / inggrisnya kecil2.
Jangan takut nyasar di Brunei Temans, karena plang2 penunjuk arah di tepi jalan berukuran segede bagong. Sumpe deh ekye ga boong! Itu plang, seukuran kaca depan bus, bahkan ada yang lebih super duper jumbo. Insya Allah jika Sang Pengemudi ga buta huruf, telah lulus ujian paket C, maka akan sampai pada alamat yang dituju, meskipun misalnya alamat yang dimiliki tidak detail. Begitu juga dengan kami, berjalan hanya mengikuti petunjuk di plang serta bisikan hati [halahh!!]. Apalagi dengan kondisi jalan yang sangat buagus, karena hampir sebagian besar jalan di Brunei berstandar landasan pacu pesawat. Gile, Abang bawa mobil kaya dikejar2 debt collector [padahal kaga pernah punya kartu kredit], kecepatan 140 km / jam, tapi mobil ga ‘goyang’, dan kita yang di dalam mobil ngerasa biasa2 ajah. Di derah Lutong, gw ngeliat ada jalan yang masih bagus banget, kondisinya mulus tak ternoda tanpa cela seperti habis dibonding, lagi dalam perbaikan. Alamak! Binun gw! Wong di Indonesia jalan udah bolong2 kaya kawah candradimuka tetep dibiarin sama pemerintah daerah, kalopun diperbaiki yah seada2nya ajah karena ga lama biasanya dah kacrut lagi. Gw yakin, pasti pas Sultan Bolkiah lewat tu jalan Lutong, tiba2 kebangun dari tidurnya karena kepalanya terantuk kaca. Sesampainya di Istana, Beliau dapet wangsit untuk lebih mempermulus ni jalan. Maka pagi2 buta, sambil pedicure-manicure, Sultan memanggil hulu balangnya yang berwenang di Jabatan Kerja Raya (JKR), lalu bersabda “Wahai Cik JKR, aku perintahkan you untuk membongkar ulang jalan super highway dual carriage di Lutong, dan diperbaiki agar semakin cantik dan aduhai, mengalahkan Stefania Fernandez, Miss Universe 2009. Cik JKR menjawab “Baiklah tuanku paduka Sultan, akan segera hamba laksanakan perinyah Tuan Raja sekarang juga”. Cik JR pun langsung ngibrit terbirit2.
Pukul ½ 12 kami sampai di Bandar Seri Begawan. Tujuan utama sebelum menjelajahi kota adalah mencari tempat makan karena perut udah kriuk2 dari tadi. Kami lumajan bingung juga mo makan dimana, secara ga tau perbendaharaan tempat2 tongkrongan disini. Gw ga mau makan fast food, so kami berkeliling2 dulu sebelum akhirnya melihat suatu tempat bernama “Tamu Selera”, yang parkirannya penuh banget dengan deretan mobil. Dengan keyakinan 1000% kalo itu merupakan tempat makan, maka dengan suara bulat kami memutuskan untuk makan siang disitu ajah. Hmmm, setelah tawaf 7 putaran, ternyata Tamu Selera ini dipenuhi oleh kedai2, seperti warteg kalo di Indonesia. Padahal awalnya gw pikir semacam foodcourt yang banyak pilihan restonya. Mo cari tempat lain, udah keburu laper. Ya sutra, dengan nafsu yang awalnya menggebu2 tapi sekarang agak2 lemah syahwat, kami memesan makan. Ya amplop Jeng Susan, jauh2 ke Brunei eh makannya ayam penyet dan gado2. Kalo itu mah di Indonesia ajah!! Mana tukang masaknya diimpor langsung dari Jawa, sehingga citarasa makanannya Jawa buangets. Udah gituh, hampir setiap warung menyetel VCD dangdut. Ok deh, lengkap sudah menu lunch kami. Sambil makan bisa sesekali goyang jempol diiringi lagu Bang Toyib. Hidup dangdut! Hidup Indonesia!! Bahagia sekali bisa pulang kampung sebentar meskipun hanya lewat lidah. Btw, ampir ajah gw lupa cerita. Alhamdulillah sekarang Zahia udah mau makan nasi lagi. Jadi ngeliat emaknya makan ayam penyet, Zahia pun minta disuapin. Nasib makanan dari rumah (oat beserta lauk dan sayur) berakhir menyedihkan karena Zahia sama sekali menolak disuapin itu. Ocreh deh Zahia, selamat menikmati ayam penyet yah Sayang.
Perut kenyang, hati riang. Pengembaraan dimulai. Bandar Seri Begawan, walopun ini merupakan jam makan siang, yang mana kalo di Jakarta macetnya pasti bikin orang turun berok, tapi disini sangat lengang. Maklum lah jumlah penduduknya cuma 0.04 % dari penduduk Jakarta. Dengan bahagia kami berputar2. Tapi ga semua tempat bisa diphoto, soalnya repot bin ruwet sambil mangku Zahia yang kaga bisa diem, berdiri mulu maunya. Kami melewati Istana Nurul Iman, ‘rumahnya’ Sultan, Brunei International Airport, Universiti Brunei Darussalam & Institute Technology Brunei yang mantap abieezz desaingnya, kantor2 pemerintahan, hotel (Terrace Hotel, Sheraton Utama Hotel, Emprire Hotel & Golf County, dll), kawasan indutri, masjid, hospital, shopping centre [gw dan Abang sama2 ga hobi ke tempat2 blenjong, maka kami ga singgah ke mall]. Secara overall kotanya meskipun ga sebesar Jakarta, tapi bersih. Kekayaan terpancar dimana2, dengan bangunan2 yang megah, masjid2 yang cantik luar biasa (banyak sekali masjid di Brunei), mobil2 mewah seperti Mercedes dan BMW yang open roof berseliweran sampe susah ngitungnya pake jari. Sekalinya ngelintas motor, oalah motornya moge merk BMW. Rumah2 orang Brunei besar2, ada yang rumah tembok semua, ada juga yang rumah panggung kayu. Hampir semuanya berukuran besar, megah, dan memiliki halaman yang sangat luas. Kalo di kotanya banyak gw liat apartment2 dan rumah susun. Gw juga lihat lapangan sepak bola untuk umum, rumputnya tuh kaya di lapangan untuk pertandingan Piala Dunia. Oya, disini angkutan kota warnanya ungu coy. Wadow, kalo emak gw ikut udah pasti Beliau menghadap Sultan untuk minta dikasih oleh2 angkutan kota barang sebiji. Posko pemberhentian kami selanjutnya adalah Jerudong Park. Kenapa? Karena disitulah tempat bermain anak2 yang kami tau. Pengen ngajak Zahia ke Playgroundnya gitu loh.
Jerudong Park, seperti Dufan kalo di Jakarta, dibuka taun 1994. Dua taun kemudian, pada bulan Juli, Michael Jackson bikin konser gretongan, tepatnya di Jerudong Park Amphitheatre. Menurut salah satu karyawan yang bekerja disitu, dulu terdapat 44 permainan, tapi sekarang tinggal 11 ajah yang terisa, yang lainnya udah dijual. Karena kami datang kepagian, jam 3 pm, sedangkan tuh playground baru dibuka jam 5 pm [padahal di plang informasi kalo Sabtu buka mulai jam 2 pm], maka kami memutuskan untuk masuk dan berjalan2 dulu disitu, sambil menyalurkan kenarsisan dengan berphoto2 tentunya. FYI, tiket untuk bermain dijual dengan harga B$ 8 untuk 5 permainan, dan B$ 10 untuk 8 permainan. Dengan berpanas2 ria kami menyusuri playground. Ada kolam air mancur, rumah2an kayu dengan perosotan dan ayunan plus unta 2 biji menunggu dengan setia, komidi putar, patung2 kartun, taman bunga, dll. Favorit Zahia adalah main di patung2 kartun itu [gw kaga tau sapa namanya coz bukan yang famous kaya Mickey Mouse ato Barney ato Sponge Bob gituh, ato gw nya yang ga gaul yah??]. Setelah cape binti pegel, kami pun keluar sekalian mencari mushola yang katanya ada di dekat parkiran. Temans, ternyata kami beruntung. Saat kami keluar, ada rombongan keluarga yang mo masuk ke arena playground buat poto2, tapi diusir sama sekuriti karena dilarang masuk kalo belum jam buka. Hohoho, maap yah Om Satpam. Ekye sekeluarga udah puas dunks poto2 disitu. Tadi dirimyu kemana ajah?
Sebeum ke mushola, kami mencari toko2 souvenir karena rencananya mo beli oleh2 untuk Uti. Setelah kukurilingan mencari2 kesana kemari, juga bertanya2 pada setiap orang yang ditemui, ternyata TIDAK ADA toko souvenir disini. Lah iki piye toh? Di Indonesia, jangankan Dufan ato Taman Safari, makam Gusdur yang dibanjiri masyarakat yang ingin berziarah, masyarakat sekitarnya berlomba2 mencari rezeki dengan berjualan souvenir bergambar Gus Dur, mulai dari kaos, tas, pin, gantungan pintu, gelas, dan sebangsanya. Eh ini yang jelas2 tempat wisata ga ada satupun toko souvenir. Sangat ga kreatif orang2 Brunei! Apa karena udah pada kebanyakan duit? Akhirnya kami mampir dulu ke salah satu kedai untuk beli minuman. Abang pesen Teh sie(=susu) peng(=ice) special(=pake gula jawa/merah), gw pesen kelapa muda. Weleh2, kelapa yang dateng bukan muda lagi, tapi masih orok, sehingga daging kelapanya yang justru gw idam2kan sampe iler berceceran, tipiiiiiissss banget. Kalo dikerok, kulit kelapanya pun ikut terkerok. Nasib, nasib! Foodcourtnya sangat mewah, karena meja dan kursi terbuat dari marmer berwarna gelap, terpaku dengan lantainya, di bagian meja ada stempel Jerudong Park nya. Keren!
Sampai di mushola, kami selonjoran dulu barang sejenak karena belum masuk waktu sholat ashar. Musholanya, berukuran lebih kurang 8m x 8m, adem banget karena dipasangin 2 AC. Dialasi dengan permadani tebal, baru diatasnya digelar sajadah. Pada bagian perempuan, terdapat banyak mukena nan cantik lagi bersih. Tirai untuk jendela berwarna putih, sangat elegan, seperti horden yang sering gw liat di hotel2 berbintang 5. Di sudut yang lain, ada tumpukan Al-Qur’an dan buku2 mengenai Islam. Wow, untuk mushola umum, fasilitasnya gw nilai 10! Kebayang dah kalo di Indonesia mushola umum kaya gini udah pasti ga pake itungan menit tu barang2 udah tandas diambilin tangan2 jail kleptomania mulai dari kelas teri ampe kelas kakap. Sambil menunggu adzan, masuklah 2 orang Bapak2 pegawai disini. Kami pun berbincang2 dengan mereka. Bapak2 itu bilang kalo Jerudong ini masih belum selesai direnovasi. Dari mereka juga kami dapat informasi bahwa permainan2 disini sebagian besar udah pada dijual, seperti roller coaster. Mereka bilang sekarang Jerudong Park udah ga seramai dulu, baik dari segi jumlah permainannya, juga pengunjung. Itulah kenapa toko souvenir yang dulu ada 1 biji, sekarang tutup karena sepi pembeli.
Selesai sholat, kami melihat bahwa Playground belum juga dibuka. Diputuskan untuk kabur ajah dari sini dan mencari hotel untuk tempat bermalam. Dari hasil berpusing2 [hihihi, Mak Cik Susan udah pandai berbahasa Melayu kah?], kami menemukan hotel yang lumayan ok, namanya Asma Hotel. Kalo dilihat dari luar mah hotelnya seperti biasa2 ajah, tapi pas masuk, kita seakan2 berada di dalam istana. Megah banget bo dalemnya. Setelah tanya2, tariff kamar yang paling murah adalah B$ 77 ++. Bujug buneng, mehong amatz [coba deh kaliin ke Rupiah, 1 B$ = Rp 6.500,-], padahal bukan hotel bintang 7 obat sakit kepala. Gw pun berdiskusi dengan Abang, dan akhirnya dengan kopet markopet kami memutuskan untuk ga jadi nginep disini. So, jadinya nginep dimana Jeng? Hahaha, jadinya pulang ke rumah ajah deh. Rencana bermalam di Brunei plus bulan madu kedua pun gagal. Abis kalo dipikir2 sayang duitnya, lagian deket ajah bo cuma 2 jam dah nyampe rumah.
Tepat saat adzan magrib berkumandang kami sampai di Miri, rumah tercinta berada. Lumayan cape juga seharian kelayapan maen ke tetangga. Gw bilang sama Abang “Ntar ajah Bang rame2 pas Bapak (mertua) dateng baru deh kita icip2 pup, pipis, sama bobo di Brunei”. Abang nimpalin “Yoi bangets istrikyu. Lagian Ayah bersyukur juga budget hotel buat hari ini ternyata ga dipakai, so bisa buat beli kado ultah Bunda tanggal 25 April nanti. Bunda mau kado apa dari Ayah?”. Wah, ekye seneng banget dengernya. Alhamdulillah yah Zahia, tar duitnya setelah ditambahin lagi yang banyak sama Ayah [hehehe, piss Cinta], buat beli kado Bunda dan mobil2an Zahia. I love u Ayah. Mmuuaacchh!
Wiken yang lalu, gw, Abang, dan Zahia jalan2 kesono. Dari rumah kami, dengan menggunakan mobil, perjalanan ditempuh 2 jam saja. Dekat bukan? Ibarat Jakarta-Bandung via tol Cipularang. Kami berangkat pukul setengah 10, ngaret 2 jam dari rencana awal. Kenapa bisa ngaret Jeng? Biasalah hai, Princess Zahia baru bangun jam 8, belum acara mandi yang lama lah, pake baju juga kudu berantem karena tuh bocah ga mau diem keluyuran wae, makan, serta cengkonek2 lainnya. Akhirnya, ketika jarum jam tepat menunjukkan angka 9.30 am, selesailah segala urusan meskipun diiringi repetan merdu suami tercinta. Kami pun siap berangkat. Bawaannya heboh bukan main: 1 tas berisi beberapa pakaian (rencananya mau nginep 1 malem), 1 tas full berisi perbekalan perang selama di jalan (roti, sereal, oat Zahia + sayur + daging, buah, biscuit, Milo Ayah, air mineral), boneka Banana dan bola Zahia. Ok deh Pak Supir, kita cabs sekarang.
….. 10 menit kemudian …..
Tibalah kami di pintu tol ASEAN Bridge, yang panjangnya 1.040 meter (data by Wikipedia), dengan tarif 10 RM. Mahal yah bo! Sayang ga sempet mem-photo jembatannya. Tapi kalah keren koq sama Suramadu, walopun gw belom pernah kesana, poto2 di pinggir jembatan, trus kena ciduk polisi [ember kalee].
….. 5 menit kemudian …..
Pintu gerbang Pos Imigrasi Sungai Tujuh Malaysia. Passport dikeluarkan, di check oleh petugas [ga taunya petugasnya adalah anak Bapak2 temen sekantor Abang, jadi Abang ngerumpi2 dulu sebentar], di stempel, lalu dengan damai sejahtera kami melanjutkan perjalanan, menuju pos imigrasi berikutnya.
….. 3 menit kemudian …..
Pos Imigrasi Kuala Belait Brunei menyambut kami. Aih aih, herman deh gw! Brunei yang katanya kaya raya, koq kantor imigrasinya ga sebagus Malaysia punya.Kata Abang yang disini mah masih mending, soalnya pos imigrasi di Kuala Lurah masih pake container, buruks pula! [maapkan ekye yah Sultan karena telah sedikit mencaci kantor anak buah Yey]. Setelah passport di stempel, “Private Vehicle Pass Form” untuk mobil juga lulus sensor by Custom Dept, maka resmilah kami menapaki ranah Brunei Darusssalam. Welcome sodara2.
Temans, tau tidak? Di luar negeri ato di negeri tercinta, yang namanya masih berada dalam atap pulau Kalimantan, ternyata pemandangannya sama ajah. Hutan, hutan, dan hutan menghampar dimana2 (bukan hutan alam loh, kalo dalam istilah forestry masih tergolong sebagai belukar berintensitas sedang). Dari pos imigrasi sampai ke daerah Kuala Belait, kita dapat melihat peat swamp forest di sepajang daerah ini. Sedangkan dari Kuala Belait ke Tutong, tanah kerangas (clay sandy soil) adalah landlord-nya. Casuarina junghuhniana dan Casuarina equisetifolia Linn bergerombol, terlihat sangat mendominasi, sehingga sedikit mengintimidasi pepohonan lainnya. Beberapa kali gw bilang ke Abang:
“Bang, dejavu banget ga seh, ko Bunda ngerasa disini kaya perjalanan dari Malinau (Kalimantan Timur) mo ke camp Sembakung?” kata gw waktu melintasi hutan dan melihat rumah2 kayu, dengan panggung yang tinggi, bersifat soliter, karena jarak antara rumah yang satu dengan yang lainnya berjauhan.
“Nah Bang, kalo ini kaya lagi di Pasir Panjang (pantai di Kalimantan Barat, dekat Singkawang)” gw kembali bernostalgila ketika melewati tanah berpasir putih.
Ideologi Brunei adalah Negara Melayu Islam Beraja. Suasana Islam disini memang terasa sangat kental sekali. Mulai dari pos imigrasi hingga sepanjang jalan super highway yang kami lewati, banyak terdapat plang2 maha besar, bertuliskan ‘Subhanallah - Alhamdulillah - Allah Akbar’, dalam tulisan Arab gundul. Tulisan2 berlafadzkan Allah itu juga dapat ditemui di dalam kota sampai di pelosok kampung terpencil sekalipun. Oya, di Brunei ini, semua plang, baik itu plang nama perusahaan, restoran, toko, jalan, iklan dll selain ditulis dalam Bahasa Melayu, bagian paling atas terdapat tulisan Arab [jadi inget waktu di Arab dulu]. Sungguh berbeda dengan di Malaysia (Sarawak), dimana pada setiap plang, pada bagian atas justru terdapat tulisan cina / mandarin gede2 baru diiringi tulisan melayu / inggrisnya kecil2.
Jangan takut nyasar di Brunei Temans, karena plang2 penunjuk arah di tepi jalan berukuran segede bagong. Sumpe deh ekye ga boong! Itu plang, seukuran kaca depan bus, bahkan ada yang lebih super duper jumbo. Insya Allah jika Sang Pengemudi ga buta huruf, telah lulus ujian paket C, maka akan sampai pada alamat yang dituju, meskipun misalnya alamat yang dimiliki tidak detail. Begitu juga dengan kami, berjalan hanya mengikuti petunjuk di plang serta bisikan hati [halahh!!]. Apalagi dengan kondisi jalan yang sangat buagus, karena hampir sebagian besar jalan di Brunei berstandar landasan pacu pesawat. Gile, Abang bawa mobil kaya dikejar2 debt collector [padahal kaga pernah punya kartu kredit], kecepatan 140 km / jam, tapi mobil ga ‘goyang’, dan kita yang di dalam mobil ngerasa biasa2 ajah. Di derah Lutong, gw ngeliat ada jalan yang masih bagus banget, kondisinya mulus tak ternoda tanpa cela seperti habis dibonding, lagi dalam perbaikan. Alamak! Binun gw! Wong di Indonesia jalan udah bolong2 kaya kawah candradimuka tetep dibiarin sama pemerintah daerah, kalopun diperbaiki yah seada2nya ajah karena ga lama biasanya dah kacrut lagi. Gw yakin, pasti pas Sultan Bolkiah lewat tu jalan Lutong, tiba2 kebangun dari tidurnya karena kepalanya terantuk kaca. Sesampainya di Istana, Beliau dapet wangsit untuk lebih mempermulus ni jalan. Maka pagi2 buta, sambil pedicure-manicure, Sultan memanggil hulu balangnya yang berwenang di Jabatan Kerja Raya (JKR), lalu bersabda “Wahai Cik JKR, aku perintahkan you untuk membongkar ulang jalan super highway dual carriage di Lutong, dan diperbaiki agar semakin cantik dan aduhai, mengalahkan Stefania Fernandez, Miss Universe 2009. Cik JKR menjawab “Baiklah tuanku paduka Sultan, akan segera hamba laksanakan perinyah Tuan Raja sekarang juga”. Cik JR pun langsung ngibrit terbirit2.
Pukul ½ 12 kami sampai di Bandar Seri Begawan. Tujuan utama sebelum menjelajahi kota adalah mencari tempat makan karena perut udah kriuk2 dari tadi. Kami lumajan bingung juga mo makan dimana, secara ga tau perbendaharaan tempat2 tongkrongan disini. Gw ga mau makan fast food, so kami berkeliling2 dulu sebelum akhirnya melihat suatu tempat bernama “Tamu Selera”, yang parkirannya penuh banget dengan deretan mobil. Dengan keyakinan 1000% kalo itu merupakan tempat makan, maka dengan suara bulat kami memutuskan untuk makan siang disitu ajah. Hmmm, setelah tawaf 7 putaran, ternyata Tamu Selera ini dipenuhi oleh kedai2, seperti warteg kalo di Indonesia. Padahal awalnya gw pikir semacam foodcourt yang banyak pilihan restonya. Mo cari tempat lain, udah keburu laper. Ya sutra, dengan nafsu yang awalnya menggebu2 tapi sekarang agak2 lemah syahwat, kami memesan makan. Ya amplop Jeng Susan, jauh2 ke Brunei eh makannya ayam penyet dan gado2. Kalo itu mah di Indonesia ajah!! Mana tukang masaknya diimpor langsung dari Jawa, sehingga citarasa makanannya Jawa buangets. Udah gituh, hampir setiap warung menyetel VCD dangdut. Ok deh, lengkap sudah menu lunch kami. Sambil makan bisa sesekali goyang jempol diiringi lagu Bang Toyib. Hidup dangdut! Hidup Indonesia!! Bahagia sekali bisa pulang kampung sebentar meskipun hanya lewat lidah. Btw, ampir ajah gw lupa cerita. Alhamdulillah sekarang Zahia udah mau makan nasi lagi. Jadi ngeliat emaknya makan ayam penyet, Zahia pun minta disuapin. Nasib makanan dari rumah (oat beserta lauk dan sayur) berakhir menyedihkan karena Zahia sama sekali menolak disuapin itu. Ocreh deh Zahia, selamat menikmati ayam penyet yah Sayang.
Perut kenyang, hati riang. Pengembaraan dimulai. Bandar Seri Begawan, walopun ini merupakan jam makan siang, yang mana kalo di Jakarta macetnya pasti bikin orang turun berok, tapi disini sangat lengang. Maklum lah jumlah penduduknya cuma 0.04 % dari penduduk Jakarta. Dengan bahagia kami berputar2. Tapi ga semua tempat bisa diphoto, soalnya repot bin ruwet sambil mangku Zahia yang kaga bisa diem, berdiri mulu maunya. Kami melewati Istana Nurul Iman, ‘rumahnya’ Sultan, Brunei International Airport, Universiti Brunei Darussalam & Institute Technology Brunei yang mantap abieezz desaingnya, kantor2 pemerintahan, hotel (Terrace Hotel, Sheraton Utama Hotel, Emprire Hotel & Golf County, dll), kawasan indutri, masjid, hospital, shopping centre [gw dan Abang sama2 ga hobi ke tempat2 blenjong, maka kami ga singgah ke mall]. Secara overall kotanya meskipun ga sebesar Jakarta, tapi bersih. Kekayaan terpancar dimana2, dengan bangunan2 yang megah, masjid2 yang cantik luar biasa (banyak sekali masjid di Brunei), mobil2 mewah seperti Mercedes dan BMW yang open roof berseliweran sampe susah ngitungnya pake jari. Sekalinya ngelintas motor, oalah motornya moge merk BMW. Rumah2 orang Brunei besar2, ada yang rumah tembok semua, ada juga yang rumah panggung kayu. Hampir semuanya berukuran besar, megah, dan memiliki halaman yang sangat luas. Kalo di kotanya banyak gw liat apartment2 dan rumah susun. Gw juga lihat lapangan sepak bola untuk umum, rumputnya tuh kaya di lapangan untuk pertandingan Piala Dunia. Oya, disini angkutan kota warnanya ungu coy. Wadow, kalo emak gw ikut udah pasti Beliau menghadap Sultan untuk minta dikasih oleh2 angkutan kota barang sebiji. Posko pemberhentian kami selanjutnya adalah Jerudong Park. Kenapa? Karena disitulah tempat bermain anak2 yang kami tau. Pengen ngajak Zahia ke Playgroundnya gitu loh.
Jerudong Park, seperti Dufan kalo di Jakarta, dibuka taun 1994. Dua taun kemudian, pada bulan Juli, Michael Jackson bikin konser gretongan, tepatnya di Jerudong Park Amphitheatre. Menurut salah satu karyawan yang bekerja disitu, dulu terdapat 44 permainan, tapi sekarang tinggal 11 ajah yang terisa, yang lainnya udah dijual. Karena kami datang kepagian, jam 3 pm, sedangkan tuh playground baru dibuka jam 5 pm [padahal di plang informasi kalo Sabtu buka mulai jam 2 pm], maka kami memutuskan untuk masuk dan berjalan2 dulu disitu, sambil menyalurkan kenarsisan dengan berphoto2 tentunya. FYI, tiket untuk bermain dijual dengan harga B$ 8 untuk 5 permainan, dan B$ 10 untuk 8 permainan. Dengan berpanas2 ria kami menyusuri playground. Ada kolam air mancur, rumah2an kayu dengan perosotan dan ayunan plus unta 2 biji menunggu dengan setia, komidi putar, patung2 kartun, taman bunga, dll. Favorit Zahia adalah main di patung2 kartun itu [gw kaga tau sapa namanya coz bukan yang famous kaya Mickey Mouse ato Barney ato Sponge Bob gituh, ato gw nya yang ga gaul yah??]. Setelah cape binti pegel, kami pun keluar sekalian mencari mushola yang katanya ada di dekat parkiran. Temans, ternyata kami beruntung. Saat kami keluar, ada rombongan keluarga yang mo masuk ke arena playground buat poto2, tapi diusir sama sekuriti karena dilarang masuk kalo belum jam buka. Hohoho, maap yah Om Satpam. Ekye sekeluarga udah puas dunks poto2 disitu. Tadi dirimyu kemana ajah?
Sebeum ke mushola, kami mencari toko2 souvenir karena rencananya mo beli oleh2 untuk Uti. Setelah kukurilingan mencari2 kesana kemari, juga bertanya2 pada setiap orang yang ditemui, ternyata TIDAK ADA toko souvenir disini. Lah iki piye toh? Di Indonesia, jangankan Dufan ato Taman Safari, makam Gusdur yang dibanjiri masyarakat yang ingin berziarah, masyarakat sekitarnya berlomba2 mencari rezeki dengan berjualan souvenir bergambar Gus Dur, mulai dari kaos, tas, pin, gantungan pintu, gelas, dan sebangsanya. Eh ini yang jelas2 tempat wisata ga ada satupun toko souvenir. Sangat ga kreatif orang2 Brunei! Apa karena udah pada kebanyakan duit? Akhirnya kami mampir dulu ke salah satu kedai untuk beli minuman. Abang pesen Teh sie(=susu) peng(=ice) special(=pake gula jawa/merah), gw pesen kelapa muda. Weleh2, kelapa yang dateng bukan muda lagi, tapi masih orok, sehingga daging kelapanya yang justru gw idam2kan sampe iler berceceran, tipiiiiiissss banget. Kalo dikerok, kulit kelapanya pun ikut terkerok. Nasib, nasib! Foodcourtnya sangat mewah, karena meja dan kursi terbuat dari marmer berwarna gelap, terpaku dengan lantainya, di bagian meja ada stempel Jerudong Park nya. Keren!
Sampai di mushola, kami selonjoran dulu barang sejenak karena belum masuk waktu sholat ashar. Musholanya, berukuran lebih kurang 8m x 8m, adem banget karena dipasangin 2 AC. Dialasi dengan permadani tebal, baru diatasnya digelar sajadah. Pada bagian perempuan, terdapat banyak mukena nan cantik lagi bersih. Tirai untuk jendela berwarna putih, sangat elegan, seperti horden yang sering gw liat di hotel2 berbintang 5. Di sudut yang lain, ada tumpukan Al-Qur’an dan buku2 mengenai Islam. Wow, untuk mushola umum, fasilitasnya gw nilai 10! Kebayang dah kalo di Indonesia mushola umum kaya gini udah pasti ga pake itungan menit tu barang2 udah tandas diambilin tangan2 jail kleptomania mulai dari kelas teri ampe kelas kakap. Sambil menunggu adzan, masuklah 2 orang Bapak2 pegawai disini. Kami pun berbincang2 dengan mereka. Bapak2 itu bilang kalo Jerudong ini masih belum selesai direnovasi. Dari mereka juga kami dapat informasi bahwa permainan2 disini sebagian besar udah pada dijual, seperti roller coaster. Mereka bilang sekarang Jerudong Park udah ga seramai dulu, baik dari segi jumlah permainannya, juga pengunjung. Itulah kenapa toko souvenir yang dulu ada 1 biji, sekarang tutup karena sepi pembeli.
Selesai sholat, kami melihat bahwa Playground belum juga dibuka. Diputuskan untuk kabur ajah dari sini dan mencari hotel untuk tempat bermalam. Dari hasil berpusing2 [hihihi, Mak Cik Susan udah pandai berbahasa Melayu kah?], kami menemukan hotel yang lumayan ok, namanya Asma Hotel. Kalo dilihat dari luar mah hotelnya seperti biasa2 ajah, tapi pas masuk, kita seakan2 berada di dalam istana. Megah banget bo dalemnya. Setelah tanya2, tariff kamar yang paling murah adalah B$ 77 ++. Bujug buneng, mehong amatz [coba deh kaliin ke Rupiah, 1 B$ = Rp 6.500,-], padahal bukan hotel bintang 7 obat sakit kepala. Gw pun berdiskusi dengan Abang, dan akhirnya dengan kopet markopet kami memutuskan untuk ga jadi nginep disini. So, jadinya nginep dimana Jeng? Hahaha, jadinya pulang ke rumah ajah deh. Rencana bermalam di Brunei plus bulan madu kedua pun gagal. Abis kalo dipikir2 sayang duitnya, lagian deket ajah bo cuma 2 jam dah nyampe rumah.
Tepat saat adzan magrib berkumandang kami sampai di Miri, rumah tercinta berada. Lumayan cape juga seharian kelayapan maen ke tetangga. Gw bilang sama Abang “Ntar ajah Bang rame2 pas Bapak (mertua) dateng baru deh kita icip2 pup, pipis, sama bobo di Brunei”. Abang nimpalin “Yoi bangets istrikyu. Lagian Ayah bersyukur juga budget hotel buat hari ini ternyata ga dipakai, so bisa buat beli kado ultah Bunda tanggal 25 April nanti. Bunda mau kado apa dari Ayah?”. Wah, ekye seneng banget dengernya. Alhamdulillah yah Zahia, tar duitnya setelah ditambahin lagi yang banyak sama Ayah [hehehe, piss Cinta], buat beli kado Bunda dan mobil2an Zahia. I love u Ayah. Mmuuaacchh!
Saya membawa anda salam dari Asia
BalasHapusSaya Adhiarja Bayu dari Jakarta di Indonesia, saya seorang
wanita yang berniaga, saya telah mengimport barangan dari
negara-negara lain sehingga terburuk yang berlaku pada 11
November 2017. Saya kehilangan semua yang saya miliki untuk MMM,
saya tahu beberapa dari kita telah mendengar tentang MMM sebelum
ini. Mereka membuat saya muflis, saya kehilangan semua simpanan
hidup saya dan modal perniagaan, saya hampir mati tekanan darah
tinggi jika bukan untuk rahmat Tuhan, saya meminta nasihat
daripada beberapa orang yang menasihati saya untuk mendapatkan
pinjaman yang saya bersetuju Tetapi kemudian soalan besar datang
bagaimana saya mendapat pinjaman apabila saya tidak mempunyai
wang untuk saya? Seorang kawan saya kemudian bersetuju untuk
membantu saya dengan wang supaya saya dapat mendapatkan
pinjaman, saya telah diperkenalkan kepada beberapa syarikat
pinjaman dalam talian dan beberapa syarikat kewangan tetapi
mereka membawa saya ke hutang lebih daripada membantu saya, saya
menyerah sehingga suatu hari saya bertemu dengan kawan lama di
Surabaya Indonesia. Kami adalah kawan baik di kampus, saya perlu
berkongsi masa saya dengannya dan anda tidak akan percaya dia
mendapat pinjaman dalam talian sebelum dia memperkenalkan saya
kepada syarikat pinjaman yang sama (JULIANA LOANS COMPANY) dan
itulah bagaimana saya diselamatkan. Ya, saya harus memberi
keterangan di seluruh Asia dan di luar mana-mana syarikat yang
akan menyelamatkan saya dari masalah kewangan seperti itu.
Kerana sukar untuk percaya mendapatkan pinjaman sebesar
Rp1.000.000.000 dari internet dalam waktu kurang dari 96 jam,
dan ada banyak peminjam di luar sana yang menipu anda dengan
mendapatkan uang susah payah, dapatkah anda percaya saya
kehilangan semua Rp17 juta teman saya memberi saya untuk
membantu saya mendapatkan pinjaman kira-kira Rp. 900,000,000
kepada seorang wanita Turki tanpa mendapat pinjaman.
Saya tahu sesetengah warganegara saya adalah mangsa seperti
saya, jika ada yang memerlukan pinjaman, sila hubungi rakan saya
HUDSON VIA SERENAHHUDSON007@gmail.com yang memperkenalkan saya
kepada JULIANA PINJAMAN.
untuk maklumat, anda juga boleh menghubungi
JULIANALOANS@GMAIL.COM
WHATSApp +1 (678) 881-8428
Atau emel di ADHIARJABAYU@GMAIL.COM