Sustainable Forest Management adalah pokok bahasan hangat yang diperbincangkan dan diperdebatkan dalam jangka yang cukup lama dan panjang. Membicarakan tentang kelestarian hutan merupakan "fenomena" yang tak kunjung usai. Kenapa? Karena banyak sekali yang berkepentingan terhadap keberadaan hutan.
Indonesia sendiri sudah mengembangkan hutan ke dalam 2 karakter, yaitu Hutan Alam (Hak Pengusahaan Hutan - HPH) dan Hutan Tanaman (Hutan Tanaman Industri). Pada paparan kali ini saya hanya ingin membahasnya secara garis besar saja.
1. Indonesia
Di negara kita, pengelolaan hutan menjadi HTI dimulai sejak awal atau medio 1980-an. Ketika itu kondisi hutan tidak separah saat ini, kondisi politik sangat menentukan siapa yang berhak mengelola dan menguras hasil hutan. Bahkan pada Era Soeharto ada Hak Pengusahaan HTI yang diberikan kekuasaan mengelola hutan hingga 100 tahun di Kaltim - Kab Bulungan. Maka pada awal pembangunan HTI di Indonesia yang terjadi adalah Hutan Alam diubah fungsinya menjadi Hutan Tanaman, sedangkan saat ini Hutan Tanaman adalah merubah lahan tidur / kurang produktif menjadi lahan berguna.
Pengertian dari Hutan Tanaman Industri saat ini menjadi lebih sesuai ketimbang penggunaan istilah tersebut pada awal 1980-an. Pada zaman Soeharto banyak sekali pengusaha kayu yang menjadi orang dekat Cendana. Mereka ini membuat banyak sekali perusahaan HTI di seluruh Indonesia dari Aceh sampai Papua yang lebih bermotifkan atau berorientasi Kayu Alam, setelah 2 - 5 tahun beroperasi, dengan menanam hutan tanaman ala kadarnya mereka secara yuridis menyatakan "Bangkrut" dan tidak mampu beroperasi lagi, sehingga yang tertinggal kemudian adalah hutan dengan kondisi yang sangat mengenaskan dan rusak parah. Ekologi dan ekosistem hutan mengalami degradasi yang sangat luar biasa. Puncak kemerosotan ini terjadi pada saat jatuhnya Soeharto dan berakibat kepada banyaknya pengusaha kayu berkedok HTI kolaps, karena tidak punya pegangan lagi. Ketika periode 1998 - 2005 banyak sekali perusahaan yang di "Lego" alias take over atau dilelang paksa. Dampak yang lebih parah lagi terjadi pada lapisan bawah (masyarakat lokal). Ketika gelombang reformasi terjadi, mereka seolah-olah mendapatkan justifikasi bahwa mereka berhak atas semua tanah yang ada di kampung, kecamatan, kabupaten atau provinsi, jadi mereka tidak mengakui lagi Hutan sebagai milik Negara. Hal ini tentu berakibat fatal pada Resistensi terhadap semua investor / perusahaan / pengusaha.
Hutan Tanaman Industri di Indonesia sekarang terus berkembang pesat dengan 1001 masalah yang menghadapi. Kebijakan publik & negara membuat pengusaha sering kali pada posisi sulit dan soliter. HTI sebenarnya adalah pengelolaan suatu kawasan untuk dijadikan area penyediaan bahan baku (kertas, pulp, furniture, dll) secara lestari dan berkesinambungan. Sehingga memerlukan suatu kepastian usaha dari pemerintah dan masyarakat setempat, karena merupakan investasi jangka panjang dan komprehensif. Hal ini berbeda dengan HPH yang setelah mengambil kayu dan melakukan penanaman ala kadarnya lalu pergi tak tahu rimbanya.
2. Malaysia
Pengelolaan Hutan dan SDA Hutan di Malaysia sangat luar biasa (massive operation). Jengkal demi jengkal tanah yang tersedia di kendalikan oleh Negara secara utuh. Sebagai sebuah Negara Islam Beraja, maka seluruh SDA yang berada di Malaysia adalah merupakan milik Sultan. Perkembangan Malaysia saat ini secara jujur harus di akui melampaui pencapaian Indonesia. Pada tahun 1970 - 1980an banyak sekali mahasiswa Malaysia yang belajar di seluruh Universitas2 di Indonesia. Sehingga saat ini kita masih banyak menjumpai pejabat / orang penting di Malaysia dengan gelar Ir., Drs., Dra., SH, dll.
Pengelolaan Hutan & Tanah di atur secara komprehensif oleh setiap Negara Bagian (Malaysia adalah Negara Federal). Setiap Negara Bagian memiliki Sultan. Bagi negara bagian yang tidak memiliki Sultan seperti Sabah & Sarawak, maka mereka memiliki TYT atau Tuan Yang diper-Tua negeri. Sultan & TYT adalah pemegang kekuasaan absolute atas Tanah & Hutan. Dengan pola seperti ini maka konflik dan masalah sosial dapat diredam. Pengelolaan Hutan Alam lebih familiar disebut Logging Operation, sedangkan Pengelolaan Hutan Tanaman sering disebut sebagai Reforestation. Logging Operation di Sarawak khususnya sudah pada level yang sangat memprihatinkan, karena sudah mengambil kayu dengan diameter 20cm up. Lokasi kerja mereka juga berada pada lokasi border Indonesia - Malaysia. Hal ini yang membuat banyak Illegal logging dan semua kayu masuk ke Malaysia secara bebas. "Cukong" dan "Taoke" adalah bahasa atau hal biasa di areal perbatasan. Siapa yang untung???? Dan siapa yang rugi ????
Reforestation sendiri adalah instrument yang baru diperkenalkan sekitar tahun 1997 oleh Forest Department. Dalam kenyataannya, hampir semua perusahaan kayu (logging) yang sudah diwajibkan oleh pemerintah Malaysia untuk membuat Reforestation belum berjalan optimal. 10 tahun sudah berlalu, kualitas dari tanaman dahulu belum tahu mau dibawa kemana, belum ada industri yang menggunakan produk ini secara nyata. Sehingga terbersit didalam angan bahwa Reforestation hanyalah prasyarat untuk mendapatkan izin Logging dan atau sebagai Department yang hanya memanfaatkan lahan yang tidak dapat atau tidak mau ditanam oleh Palm Oil (Sawit) Department.
Dalam Ilmu Kehutanan Reforestation / Reforestasi adalah bermakna menghutankan kembali areal yang gundul atau rusak dengan berbagai tanaman hutan atau tanaman kehidupan dan selanjutnya ditinggalkan agar terjadi regenerasi secara alami. Sedangkan Hutan Tanaman Industri adalah pola pengeloaan lahan hutan secara berkelanjutan dalam kurun waktu konsesi yang sudah di tetapkan untuk penyedian raw material pada jenis usaha yang sudah ditetapkan. Hal inilah yang membuat pengertian dari HTI & Reforestation berbeda nyata. Tetapi apalah artinya Terminology dan segala perdebatan mengenai perbedaannya.
So, buat rimbawan atau forester yang berniat meniti karier di Malaysia, semoaga tulisan ini bisa menambah pengetahuan tentang perbedaan terminology dan juga termasuk plantation culture antara Indonesia & Malaysia. Semoga Bermanfaat.
Salam Rimba,
Zulfadhli HM
Miri - Sarawak
Tidak ada komentar:
Posting Komentar